Sunday, November 24, 2013

Surat Cinta untuk Febi



Makassar, 10 Oktober 2013
Selamat sore Febiku tersayang,
Aku berharap segala limpahan kebahagiaan menyelimutimu, seperti hangatnya sore ini. Jika saja, tak kau dapati kehangatan, sudilah kiranya dirimu menerima doa-doaku yang serupa pelukan, doa agar dirimu senantiasa berbahagia. Aku sendiri, wah betapa bahagianya aku ketika hendak menuliskan surat ini untukmu. Sudah lama rasanya kita tidak saling mengirim surat yang serupa rindu seperti ini, membuat kita lupa akan pentingnya pertemuan. Padahal aku tahu, selain diriku, dirimupun merasakan rindu dan keinginan untuk bertemu sangatlah kuat. Namun apalah daya ketika jarak dengan entengnya memisahkan kita.
Sedang apakah dirimu akhir-akhir ini, tidakkah kau merasakan adanya gejolak dalam batinmu? Belakangan ini, aku selalu memikirkan kebersamaan kita. Apakah masih kau ingat ketika kau bercerita mengenai lelaki yang menyukaimu itu? Kita tertawa-tawa sampai mengeluarkan air mata saking bahagianya. Sungguh dia tahu betul apa yang menjadi kesukaanmu. Saat itu ketika dia mengajakmu menikmati singkong rebus buatan kakaknya, kau begitu lupa diri dengan memakan begitu banyak singkong sampai perutmu kembung dan mengeluarkan gas. Sungguh sangat memalukan. Ketika kau bercerita mengenai hal itu di kamarku, pipimu begitu merona, entah karena malu atau karena kau begitu jatuh cinta, sungguh aku tak bisa membedakannya.
Oh, Febi sahabatku sayang, aku begitu merindukan kebersamaan kita. Bercerita sampai malam gelap gulita, sampai yang terdengar hanyalah jangkrik yang berada di halaman belakang rumahku. Sampai kemudian suara kita lenyap ditelan kantuk yang tadinya sungguh meriah dan ribut. Dan keesokan harinya, kita bangun kesiangan dan mendapat omelan halus dari ibuku bahwa sesungguhnya anak gadis yang senang bangun siang itu sungguh sangat jauh dari jodohnya.
Ibuku juga selalu menanyakanmu, sepertinya beliau juga merindukan kehadiranmu. Dia rindu akan mengomeli anak perempuan yang selalu menjadi teman ricuh anaknya. Beliau rindu memasak dengan porsi dua kali lipat ketika malam minggu tiba, saat dimana kau datang meginap. Beliau menitip peluk dan cium untukmu.
Oh iyah, aku akan sedikit memberitahukan kepadamu perihal sesuatu yang memang pantas untuk dibagikan dan dinikmati bersama. Kemarin, salah seorang teman membeberkan cerita mengenai salah satu buku yang telah dibacanya. Buku yang berjudul Auntumn Once More yang berisi kumpulan-kumpulan cerpen sebanyak 13 beserta jumlah penulis yang sama, salah satu cerpennya tentang buku yang berjudul Critical 11. Kau tahu kan Feb, aku selalu tergila-gila terhadap apapun tentang buku. Nah adegannya itu di took buku, yang sempat aku tangkap dari cerita teman itu adalah bahwa toko buku itu adalah tempat paling anti rasis dan anti gen. Alias paling bebas. Karena di toko buku, semu orang tidak di judge berdasarkan pilihan bukunya. Wah aku langsung jatuh hati dan sangat setuju. Yah, tempat yang paling nyaman adalah toko buku, dimana ketika kita ingin membeli tak ada seorangpun yang mengawasi seperti di toko-toko lainnya, kita dianggap semacam pencuri saja.
Febi sayang, kuharap kau juga setuju dengan rasa yang menghampiriku perihal buku tersebut. Dan besar harapanku dirimu dengan senang hati membelikannya untukku, kau tahu, akhir-akhir ini keuanganku memburuk, bahkan membeli kudapan pun aku harus berpikir tujuh kali. Ketika mengangkat dompetku, yang terdengar hanyalah bunyi gemerincing pertanda isinya cuma serpihan uang logam.
Sekiranya, sampai disini saja suratku ini. Kuharap kau mempertimbangkannya. Aku begitu merindukan saat-saat bertemu denganmu. Sampaikan salamku beserta keluarga kepada keluargamu disana yah. Semoga kalian selalu dipeluk kebahagiaan. Kutunggu balasan suratmu.
Salam rindu,
Dhani


http://diirumahkata.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment