Jakarta,
24 November 2013
Teruntuk
Bapak Tercinta
Assalamualaikum,
Pak.
Salam hormat tiada tara dari
putri bungsumu.
Pak,
Bapak bahagia tidak di sana? Di sini aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu..
Bapak kangen tidak sama aku?. Aku kangen banget sama Bapak. Kangen diselimutin
sama Bapak, kangen diusap-usap kepalanya sama Bapak. Kangen sama khawatirnya
Bapak yang berlebihan, tapi aku suka. Kangen membuatkan teh manis buat Bapak.
Kangen menghabiskan mie instan yang kuahnya sudah di habiskan sama Bapak. Kangen
mendengarkan lagu-lagu campursari favorit Bapak tiap pagi dan sore hari.
Pokoknya aku kangen semua tentang Bapak. Kangen banget Pak.
Pak, terima kasih banyak telah
megajarkanku arti dari perjuangan yang ikhlas dan semangat kerja keras. Aku
ingat sekali perjuangan Bapak untuk menafkahi keluarga dan menyekolahkanku sampai
lulus SMA. Mengayuh becak tua diusia yang renta. Maafkan aku yang sedikit memaksa untuk
melanjutkan sekolah ke SMA waktu itu Pak. Aku berfikir dengan ijazah SMA aku
bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Dan bisa meringankan beban Ibu dan Bapak.
Harusnya waktu itu aku bekerja saja setelah lulus SMP. Ibu dan Bapak istirahat
di rumah saja menikmati masa tua. Maafkan aku Pak, jika aku selalu menjadi bebanmu. Dan belum bisa
membahagiakanmu. Sungguh aku ingin membalas jasa mu, meski sebenarnya takkan
pernah bisa terbalas sampai kapanpun. Bapak adalah pahlawan tanpa tanda jasa
yang nyata. Malaikat tanpa sayap ku.
Pak, sekarang aku sudah bekerja di
Jakarta. Dengan ijazah SMA dari perjuangan Bapak yang luar biasa, aku bisa
bekerja sebagai buruh pabrik. Alhamdulillah sudah bisa hidup mandiri. Sudah
bisa beli handphone dan notebook dengan keringat sendiri. Barang-barang yang
sungguh ingin aku miliki dari dulu. Dari semenjak kita masih berada di atap
rumah yang sama. Dulu Aku tak berani merengek meminta dibelikan. Bahkan untuk
sekedar bilang ke Bapak ingin memiliki barang-barang itu saja aku tak berani.
Karena aku tahu, akan sangat tidak tahu diri jika aku melakukannya dengan
kondisi ekonomi keluarga kita yang sulit. Aku sudah bisa pulang pergi
Jakarta-Brebes sendiri loh Pak. Sekarang putri kecilmu yang dulu pemalu dan
penakut sudah jadi wanita yang pemberani. Bapak tidak perlu khawatir lagi.
Oh iya Pak, baju batik yang ku
belikan 3 tahun lalu buat Bapak sudah aku berikan kepada Kakak. Tadinya aku
tidak rela, karena itu khusus aku belikan buat Bapak. Tapi Ibu dengan kelembutan
hatinya membujukku untuk memberikannya kepada Kakak. Sayang kalau hanya
menggantung di lemari, kata Beliau. Bapak tahu tidak, aku sangat sedih karena
Bapak tidak sempat memakai baju batik dariku. Baju batik yang sengaja kubelikan
untuk Bapak dari keringatku sendiri. Untuk dikenakan dihari istimewa hari Raya
Idul Fitri. Harapanku, dihari Raya Idul Fitri kala itu adalah hari raya yang
membanggakan, karena aku akan melihat Bapak dan Ibu mengenakkan baju batik
dari hasil keringat pertamaku. Tapi takdir berkata lain. Hari ke 17 dibulan
Ramadhan kala itu sungguh menyesakan dada. Menguras air mataku. Bapak pulang
terlalu cepat. Meninggalkan aku yang belum sempat membahagiakan Bapak. Aku sungguh
tidak menyangka jika dihari Raya Idul Fitri waktu itu aku dan Ibu akan nyekar
di pusara Bapak. Karena biasanya kita nyekar ke makam Si mbah. Aku sangat
terpukul Pak. Dihari nan fitri waktu itu aku benar-benar mengerti arti
kehilangan, belajar mengikhlaskanmu, menguatkan ibu dan menerima takdir. Karena
Takdir adalah kenyataan yang terbaik dari yang maha Segalanya. Semoga Bapak
damai di sana. aamiin
Maafkan anakmu ini yang belum sempat
membuatmu tersenyum. Maafkan aku yang masih menangis ketika merindukanmu. Tapi
percayalah Pak, hatiku mengikhlaskanmu. Di sini aku belajar dan berusaha
menjadi anak yang solekhah. Karena amalan yang tak putus salah satunya adalah
doa dari anak soleh. Berharap doa-doa ku bisa mendamaikanmu di sana.
Meringankan siksa kuburmu. Dan menjadi penerang jalanmu menuju surgawi. Hanya
itu yang bisa aku lakukan untukmu.
Allahummaghfir lahu warham
hu wa’afihi wa’fuan hu wa akrimu nuzulahu wawassi’ madkhalahu wataqabal hasanna
tihi wakaffir sayyiaa tihi birahmatika yaa arhamarrahimiin. aamiin.
Sudah
dulu ya, Pak. Semoga rinduku tersampaikan lewat doa-doa yang kupanjatkan
untukmu. Salam sayang yang berlimpah dari putri bungsumu.
Wassalamualaikum
wr.wb.
Putri
bungsumu
No comments:
Post a Comment