Sunday, November 10, 2013

Menunggu

Dibawah pohon sakura yang telah tertutup dengan lembutnya butiran salju, aku menunggu pemuda itu. Tak peduli seberapapun dinginnya udara yang mulai menusuk tubuhku, aku akan tetap menunggu pemuda itu. Katakan bahwa aku bodoh, tapi aku tak akan mengurungkan niatku untuk menunggunya. Aku hanya ingin mendengar semua penjelasan dari setiap pertanyaan yang terlintas dikepalaku belakangan ini.

“Amane-san? Kau tidak apa – apa?”
Aku menggeleng lemah, maaf aku harus berbohong. Aku rasakan tubuhku mulai mengigil karena kedinginan. Tidak, ini tidak boleh terjadi sebelum pemuda itu datang. Kucoba rekatkan baju hangatku lebih rapat lagi, mungkin ini akan membuatku lebih hangat lagi.
“Amane-san, sudah 3 jam kau menunggu disini. Pemuda itu tidak akan datang, sudahlah. Minum Teh ini dulu.”  Takeshi memberikan segelas teh hangat yang mungkin dibelinya di kedai minuman diujung jalan sana.
“Terimakasih, tapi aku yakin dia pasti datang.” Aku meneguk teh itu dan berusaha mengernyahkan pikiran bahwa pemuda itu tak datang.

Maaf kan aku Amane-san...

Aku terluka, hatiku juga jiwaku. Tapi aku tidak bisa membiarkan kedua orangtuaku merasa kecewa. Jadi, aku putuskan untuk kembali ke Indonesia dan menikah dengan seseorang yang elah dijodohkan mereka kepadaku. Biarkan salju membawa kenangan kita berdua dibawah pohon fuyuzakura. Terimakasih untuk segalanya.

Seseorang yang selalu mencintaimu,

Doni.


No comments:

Post a Comment